Wabup Sumrambah: Rokok Masalah Dilematis Bagi Pemerintah

0
279
Wabup Sumrambah (nomor 4 dari kiri barisan depan) foto bersama peserta sosialisasi Ketentuan Perundang-undangan di bidang cukai yang digelar Bidang Perekonomian Setdakab Jombang, di Kampoeng Djawi, di Desa Carangwulung, Kecamatan Wonosalam, Rabu (24/11/2021).

Wabup Sumrambah: Rokok Masalah Dilematis Bagi Pemerintah

Jombang, layang.co – Wakil Bupati Jombang Sumrambah menyampaikan, rokok menjadi permasalahan yang dilematis bagi pemerintah. Di satu sisi, rokok membahayakan kesehatan, namun di sisi lain, rokok menjadi tumpuan, karena menyumbang pendapatan negara cukup besar.

“Meski demikian, peredaran rokok illegal harus diberantas. Dan kita sepakat, gempur rokok illegal di Kabupaten Jombang,” ucapnya, saat menjadi nara sumber kegiatan Sosialisasi Ketentuan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Cukai diselenggarakan Bagian Perekonomian Sekretariat Daerah Kabupaten Jombang, Rabu (24/11/2021) pagi.

Acara yang digelar di Kampoeng Djawi, Desa Carangwulung, Kecamatan Wonosalam itu sekaligus dibuka Wabup Sumrambah dengan menghadirkan nara sumber Anggota Komisi B DPRD Jombang Rochmad Abidin dan Kepala Bea Cukai Kediri Sunaryo.

Sebagai peserta, Forpimcam dan Tiga Pilar Desa dari Kecamatan Mojowarno, Bareng dan Wonosalam. Acara tersebut sekaligus merupakan agenda terakhir sosialisasi tentang cukai yang diselenggarakan Bagian Perekonomian Setdkab Jombang.

Diungkapkan Wabup, dari Kabupaten Jombang saja, para konsumen rokok diperkirakan menyumbang pendapatan negara sebesar 750 milyar rupiah. Sedangkan perolehan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang diterima oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Jombang sebesar 48 milyar rupiah.

“Dana itu digunakan untuk pembangunan sektor kesehatan 25%, penegakan hukum 25 %, dan kesejahteraan petani maupun pekerja di sektor industri hasil tembakau 50%,” jelasnya.

Sumrambah menyebutkan ciri – ciri rokok illegal:  Pertama, rokok diedarkan, dijual, atau ditawarkan tidak dilekati pita cukai (dikenal dengan istilah rokok polos atau rokok putihan). Kedua, rokok yang diedarkan dari produksi pabrik yang belum mempunyai Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC).

Ketiga, rokok yang diedarkan, dijual atau ditawarkan dilekati pita cukai, namun pita cukainya palsu atau dipalsukan dan sudah pernah dibakai (bekas).

Selain itu, tidak sesuai peruntukan. Misalnya, pita cukai untuk rokok golongan SKT (Sigaret Kretek Tangan)  tapi dilekatkan pada rokok dengan golongan SKM (Sigaret Kretek Mesin), sehingga tidak sesuai tarif cukainya. Selanjutnya,  tidak sesuai personalisasi, misal pita cukai untuk perusahaan A, tapi digunakan untuk perusahaan B.

“Untuk  itu, dengan adanya sosialisasi cukai kepada 3 pilar desa ini, untuk disampaikan kepada masyarakat bisa memahami untung ruginya membeli rokok ilegal atau tanpa cukai dan dalam hal pengawasan,” terang Wabup.

Sementara itu, Kepala Kantor Bea Cukai Kediri Sunaryo menjelaskan, rokok ilegal adalah rokok yang dalam pembuatan dan peredarannya tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang undangan di bidang cukai.

“Cukai mempunyai peranan untuk memastikan, bahwa peredaran barang-barang tertentu yang terkena cukai telah memenuhi standar edar yang telah ditetapkan oleh pemerintah,” tukasnya.

Sedangkan peredaran secara legal terhadap barang-barang yang kena cukai tersebut penting agar masyarakat dalam mengkomunikasi suatu barang seperti produk hasil tembakau telah memenuhi standar edar, Selain itu, juga untuk memberikan pembelajaran kepada masyarakat agar ikut dalam upaya meningkatkan penerimaan dari segi tarif cukai.

“Maka dari itu peredaran rokok ilegal harus kita cegah, karena rokok ilegal dapat mengurangi jumlah penerimaan cukai hasil tembakau oleh pemerintah, Dengan cara pengendalian dan penegakan hukum yang tepat dapat mencegah dan menanggulangi terjadinya rokok ilegal. Sehingga Kami mengajak masyarakat untuk gempur rokok ilegal, adukan ke kami melalui Layanan informasi Bea Cukai Kediri telepon/SMS/WhatsApp dengan nomor 0813 3567 2009,” jelasnya.

Rochmad Abidin Anggota Komisi B DPRD Jombang menyampaikan pendapatan nasional dari cukai rokok memang cukup besar. Survey kita 36,6 % penduduk Indonesia merokok. Hanya saja di rokok tetap ada peringatan. Sehingga untuk kedepannya pihaknya berharap kepada pemerintah daerah dan DPRD agar ada Perda terkait kawasan bebas merokok meskipun sudah ada Perbubnya.

“Ini kita lakukan ingin menyelamatkan anak – anak kita dan ibu hamil, agar tidak terimbas oleh asap rokok. Memang ini 2 hal yang beda, tetapi memang perlu yang namanya cukai untuk pendapatan nasional tetapi perlu memperhatikan kesehatan kita,” ungkapnya.

Aminatur Rokhiyah, Kepala Bagian Perekonomian Sekretariat Daerah Kabupaten Jombang dalam laporannya menyampaikan, sosialisasi tersebut sebagai upaya pencegahan peredaran produk tembakau ilegal atau tidak bercukai asli, sehingga berdampak mengurangi kebocoran cukai dari hasil tembakau.

Sosialisasi cukai kali ini merupakan tahap akhir yang diikuti Forpimcam dan Tiga Pilar Desa dari Kecamatan Mojowarno, Bareng dan Wonosalam. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu. Diantaranya barang-barang yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-undang cukai.

“Barang Kena Cukai (BKC) merupakan barang tertentu, karena mempunyai sifat konsumsi yang perlu dikendalikan peredarannya, diawasi pemakaiannya dan mempunyai dampak negatif pada masyarakat atau lingkungan hidup atau barang yang perlu dikenakan pungutan. Contoh, etil/etanol alkohol, minuman mengandung etil alkohol, hasil tembakau seperti rokok (sigaret) cerutu, rokok daun dan tembakau iris,” tutup Aminatur Rokhiyah, mantan Camat Mojoagung. (dan)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here